ILMU
PENYAKIT DALAM VETERINER II
Keracunan
Logam Berat
Anggota
Kelompok V :
Bina
Ichsantya (1109005036)
Putu
Bulan S. D. (1109005040)
Irma
Rozalina (1109005041)
Elsa
Hidayati (1109005042)
Elti
Febilani (1109005047)
Noviriolla
Maria (1109005048)
Siereh
Eugene M. L. (1109005087)
A.A.
Trisna Jiwani (1109005088)
R.R.
Chandra Gita (1109005089)
Made
Hermadi P. (1190005090)
Putu
Maha Suta N. (1109005091)
FAKULTAS
KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS
UDAYANA
DENPASAR
2014
_______________________________________________________
DOWNLOAD
_______________________________________________________
DOWNLOAD
_______________________________________________________
1.
Keracunan Pb
Hewan ternak yang menderita
keracunan Pb dikarenakan memakan makanan yang terkontaminasi atau melalui inhalasi di lingkungan
yang tercemar Pb. Menurut Aroson (1972), dari
beberapa pengamatan dapat disimpulkan, bila Pb diketemukan dalam tumbuhan, hal
ini merupakan akibat dari udara sekitar yang mengandung Pb atau perpindahan Pb
dari tanah ke tumbuhan yang tumbuh di atas tanah yang mengandung Pb. Hasil
penelitiannya menunjukkan rumput yang ditanam di tepi jalan besar dan ramai
dapat mengandung 225 mg Pb/kg rumput kering dan 165 mg/kg pada jarak 7,6 meter;
99 mg/kg pada jarak 22,8 meter; 67 mg/kg pada jarak 38,1 meter; 55 mg/kg pada
jarak 53,3 meter atau 46 mg/kg pada jarak 68,8 meter dari jalan besar. Sehingga
semakin dekat jarak antara tanaman rumput dan jalan besar yang ramai, semakin
besar kemungkinan untuk mengalami kontaminasi.
Logam Pb dan senyawa Pb sebagai
penyebab keracunan pada ternak ruminansia, terdapat pada timbunan sampah di sekitar kandang. Umumnya berasal dari
pecahan pipa, baterai bekas, potongan papan bercat atau benda-benda lain.
Sedang senyawa Pb yang dijumpai sebagi produk dari industri, yang dapat menyebabkan
keracunan Pb pada ternak adalah :
- Plumbum merah (Tri Plumbic Tetraoxide / Pb3O4) pada
cat.
- Plumbum
putih (Plumbum Carbonat / Pb2CO3Pb(OH)2) pada
cat dan linoleum.
- Plumbum Carbonat (PbCrO4) pada cat.
- PbO2 dan PbS dari motor, merupakan bentuk yang dilepas dari
bahan bakar.
- Plumbum sulfat (PbSO4) pada cat.
Pb dapat masuk tubuh melalui
pernafasan, sampai di alveoli paru-paru menembus dinding alveoli dan masuk
dalam sirkulasi darah. Pb yang masuk tubuh melalui saluran pencernaan akan
dicerna bersama makanan dan diabsorbsi dalam usus halus, kemudian masuk kedalam
sirkulasi darah dan didistribsikan ke berbagai organ tubuh dan membentuk depo
dalam tubuh, terutama pada tulang. Pb setelah melalui hati dan ginjal dapat
diekskresikan melalui feses dan urin. Dengan demikian walau sangat sedikit
jumlah Pb yang masuk ke dalam tubuh, suatu saat pada kondisi tertentu Pb dapat
secara tiba-tiba memperlihatkan gejala klinis dan membahayakan tubuh.
Umumnya keracunan pada ternak muda memperlihatkan gejala: dungu, tidak nafsu makan, dyspnoe, kolik dan diare
yang kadang-kadang diikuti konstipasi. Menurut Christian dan Tryphonas (1971)
gejala klinis yang muncul pada anak sapi yang keracunan Pb adalah depresi
susunan syaraf pusat, kebutaan, menguak dan berlari seperti bingung, menekankan
kepala dan anorexia.
Gejala klinis keracunan Pb
pada ternak dewasa antara lain mengakibatkan gangguan
pada syaraf: dungu, buta, jalan berputar (Buck, 1970; Christian dan Tryphonas,
1971), terdapat gerakan kepala dan leher yang terus menerus, gerakan telinga
dan pengejapan katup mata (Henderson, 1979). Gejala yang timbul akibat gangguan pada gastrointestinal adalah : statis
rumen dan anorexia (Christian dan Tryphonas, 1971).
Pencegahan keracunan Pb pada ternak pada dasarnya menghindarkan ternak dari sumber yang mengandung Pb, yang memungkinkan kontak dengan Pb. Ternak dijaga dari usaha mendekati dan memakan buangan sampah, gemuk mesin, bahan
bakar minyak, baterai bekas dan tanah yang mungkin mengandung Pb. Bangunan
peternakan dan penggembalaan tidak didirikan di dekat lokasi pabrik yang
menggunakan Pb sehingga tanah dan udara tidak tercemari oleh asap, debu atau
bahan buangan yang mengandung Pb. Makanan hijauan untuk ternak tidak ditanam di
dekat jalan besar yang ramai, karena dapat terkontaminasi Pb yang berasal dari
pembakaran bensin motor atau mobil yang lewat jalan tersebut. Bila kandang,
palung dan ember minumnya dicat, dihindarkan dari penggunaan cat yang
mengandung Pb.
Pada pengobatan keracunan Pb
sering digunakan chelating agent sebagai antagonis dari logam Pb, yang
mengikat Pb dan membentuk ikatan kompleks. Chelating agent yang khas
bagi keracunan Pb adalah: Ethylenediamin Tetraacetic Acid (EDTA) atau
CA-Versenat. EDTA, tidak mempunyai selektifitas yang tinggi terhadap Pb, karena
itu bisa juga mengikat Ca, Mg sama baik seperti terhadap Fe, Zn dan Cu. Untuk
menghindari terjadinya tetani hypocalcemia akibat pengikatan NA2EDTA terhadap
kalsium dalam darah, maka diberikan dalam bentuk Calsium Dinatrium Edta atau
Ca-Varsenat yang tidak mengikat kalsium darah.
2. Keracunan Arsen
Arsen (As): Senyawa arsen yang meracuni,
ternak biasanya berbentuk arsen trioksida (As203), natrium arsenit (Na3AsO3)
atau senyawa organik berupa obat-obatan dan pestisida. Tanda-tanda keracunan
biasanya tiba-tiba dan parah, dan berkembang
dalam beberapa jam (atau sampai 24 jam). Keracunan arsenik memiliki efek besar
pada saluran pencernaan dan sistem kardiovaskular. Kehilangan darah dan shock
mungkin terjadi pada fase akut. Sejumlah besar kasus terjadi diare hebat, kadang-kadang
diwarnai dengan darah. Sering
terjadi kolik
parah, dehidrasi, lemah, depresi, nadi lemah, dan hancurnya sistem sirkulasi. Hal ini dapat berjalan dari jam sampai beberapa minggu, tergantung
pada jumlah arsenik dicerna hewan. Dalam
keracunan sangat parah, hewan mungkin akan ditemukan
tewas. Menurut
penemuan terbaru, dapat menimbulkan kanker (Clark dan Clark, 1975).
Pada hewan yang
sudah menunjukkan tanda-tanda keracunan, dapat dilakukan terapi cairan,
transfusi darah (jika diperlukan), dan pengobatan dengan dimercaprol (penangkal
arsenik) yang direkomendasikan. Hewan sangat membutuhkan terapi suportif,
termasuk cairan infus untuk mengembalikan volume darah dan dehidrasi yang
benar. Ginjal dan fungsi hati harus dipantau selama pengobatan.
3.
Keracunan Air
Raksa (Hg) / Merkuri
Air raksa (Hg) biasanya terdapat sebagai air raksa oksida (HgO) untuk salep mata,
sublimat (HgCl2) sebagai anti septika dan kalomel (Hg2Cl2) . Pencemaran air
raksa ini biasanya berasal dari sisa air buangan pabrik yang mencemari air
sungai dan danau, berbentuk sebagai larutan methyl mercury (HgCH3), sehingga
hewan ternak yang minum air tersebut akan keracunan (Clark dan Clark, 1975) . Ternak
yang keracunan senyawa air raksa secara akut digejalai oleh adanya
gastro-enteritis dan diarrhea, kematian akut yang didahului oleh kolik (sakit perut)
yang hebat dan temperatur tubuh yang subnormal (Bartic dan Piskoc, 1981) .
Merkuri dapat
diserap melalui semua rute dan menumpuk di otak, ginjal, dan otot. Hewan tidak
menunjukkan tanda-tanda sampai beberapa minggu setelah keracunan merkuri. Tanda-tanda
dapat mencakup kebutaan, kegembiraan berlebihan, perilaku abnormal dan mengunyah,
inkoordinasi gerak, dan kejang-kejang. Pada kucing menunjukkan kekakuan hindleg,
inkoordinasi gerak, dan tremor extremitas. Tanda-tanda neurologis mungkin
bersifat irreversibel.
Tes laboratorium
yang digunakan untuk mendeteksi konsentrasi merkuri yang terkait dengan
keracunan dalam jaringan (terutama seluruh darah, ginjal, dan otak ) dan pakan.
Dimercaprol dan penicillamine kadang-kadang digunakan dalam pengobatan merkuri.
4.
Keracunan
Cadmium (Cd)
Beberapa senyawa cadmium biasa diternukan
sebagai obat cacing, yaitu senyawa oksid dan antranilit untuk pengobatan
askariasis pada babi (Clark dan Clark, 1975). Cadmium juga sering digunakan
sebagai bahan pencanipur/tambahan dalarn industri logam. Di alam, cadmium
secara normal dapat diternukan dernikian pula dalam produk hewani, walaupun
dalarn jurnlah yang sangat sedikit, misalnya dalam air susu 0,005 ppm, dalam
daging 0,0093 ppm. Apabila terjadi pencemaran lingkungan, maka kandungan
cadmium tersebut akan naik.
Ketika kadmium tertelan
lalu diserap oleh sel usus dan diangkut oleh aliran darah ke hati. Dalam hati,
elemen mineral ini menginduksi sintesis metallothionein, sebuah protein yang berguna
dalam detoksifikasi logam berat. Namun hal ini lah yang berbahaya.
Metallothionein akan bergabung dengan kadmium dan akan mengalir pada aliran
darah.
Ketika hewan menelan dosis berlebihan cadmium, dapat
terakumulasi dalam organisme selama puluhan tahun dan menyebabkan keracunan
akut , sub akut, atau kronis yang menyebabkan kerusakan parah pada berbagai
organ seperti kerusakan morfologi dan fungsional hati, perubahan atau lesi pada
ginjal, sistem saraf tulang, testis, usus, kulit dan darah.
Keracunan cadmium secara akut
mengakibatkan gastro-enteritis yang hebat dan anemia. Dalam beberapa percobaan
di laboratorium, keracunan cadmium dapat pula menimbulkan nekrose pad'a testis,
salah bentuk (malformasi) pada foetus dan hipertensi kardio-vaskular (Russel,
1979).
5.
Keracunan
Tembaga (Cu)
Tembaga
(Cu) dalam tubuh
makhluk hidup merupakan zat esensial yang selalu ditemukan untuk aktivitas
enzimatik (Burns, 1981) . Senyawa tembaga biasanya sering digunakan dalam
bidang pertanian dan kedokteran hewan. Senyawa yang paling banyak dikenali
antara lain tembaga sulfat (CuS04), terdapat dalam larutan Bordeaux 1-2% . Biasanya
larutan ini dipergunakan sebagai bahan pembasmi cendawan pada tanaman
(fungisida) dan pembunuh siput (mokuskisida) untuk memberantas vektor penyakit
cacing hati (Clark dan Clark, 1975), Menurut Bartic dan Piskoc (1981), gejala
keracunan tembaga pada ternak ada tiga bentuk :
a. Akut : adanya rasa mual, muntah, sakit perut
yang hebat, kejang, lumpuh, kemudian collaps dan akhirnya mati .
b. Sub-akut : gastroenteritis parah, ulser pada abomasum ruminansia, adanya
kerusakan pada hati sehingga
menyebabkan icterus jaringan, penimbunan cairan dalam paru-paru dan rongga
perut, perdarahan pada saluran pencernaan, dan hemolisis. Secara histologi terdapat nekrosis nefron dan hepatosit.
c. Kronik : terjadi
hemolisis yang kronis .
Pengobatan biasanya tidak akan berhasil menyembuhkan sepenuhnya,
hanya mengurangi symptom yang ada dan biasanya hanya bisa pada penyakit yang
masih akut.
_______________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA