cookieOptions = {...}; Terjemahan Spongiform Encephalopathy In Zoo Ruminants, Cats, And Non Human Primates | My veterinary day
Blogger Tips and TricksLatest Tips For BloggersBlogger Tricks

24 November 2013

Terjemahan Spongiform Encephalopathy In Zoo Ruminants, Cats, And Non Human Primates

Tugas kelompok patosis

Spongiform encephalopathy pada  ruminansia TANGKARAN, kucing, dan primatA

Sejalan dengan epidemi BSE pada sapi akhir 1980-an, 15 spesies lainnya telah tertular spongiform encephalopathy, hampir tiga kali lipat jumlah spesies hewan yang dikenal di seluruh dunia untuk mengembangkan TSE secara alami. Tujuh spesies sapi, empat spesies kucing, dan empat spesies primata yang menderita TSE , terutama pada koleksi zoologi di Inggris dan juga di Perancis. Pada saat diagnosis, asosiasi geografis dan  temporal untuk BSE menyarankan kemungkinan keterkaitan epidemi, dan bukti lebih lanjut pada epidemiologi dan eksperimental yang telah mendukung pemikiran ini. Hewan yang kena dampak adalah hewan pernah mengonsumsi suplemen derived protein ternak atau pernah berkontak dengan individu yang terinfeksi prion. Selain itu, tikus yang diinokulasi dengan homogenat otak dari TSE yang menginfeksi kuda, nyala, atau kucing domestik yang terdapat pengembangan sebuah ensefalopati spongiform dengan profil lesi histologis dan periode inkubasi pada hakikatnya sama dengan yang terlihat dengan BSE pada tikus. Selain itu, struktur biokimia mirip dengan protease-resistant prion protein (PrPSc) dalam percobaan murine BSE, FSE, dan eksperimental BSE pada kera mendukung hipotesis bahwa TSEs ternyata berasal dari sumber yang sama.
Pada ruminansia tangkaran hewan yang mati akibat TSE adalah sebagian besar kudu, eland, nyala, gemsbok, Arabian oryx, a scimitar-horned oryx, dan bison; semua adalah kelompok family Bovidae. Hewan yang paling terkena dampak adalah hewan yang mengkonsumsi makanan olahan- daging ruminansia dan tepung tulang. Paling sering ditemukan pada kudu. Studi epidemiologis menyatakan bahwa kudu terserang TSE dari paparan makanan dari tulang yang mengandung BSE, tetapi kemudian infeksi menyebar secara horizontal antar hewan dengan cara yang mirip dengan scrapie dan CWD. Namun, epidemiologinya terbaru menemukan bahwa ini berkaitan dengan kontaminasi BSE pada pakan.

Spongiform encephalopathy pada kucing
Penyakit prion dari kucing non domestik kemungkinan besar karena mengonsumsi bangkai sapi yang terinfeksi BSE. Spongiform encephalopathy pada bangsa Feline ditemukan pada cheetah, puma, ocelot, dan harimau dari zoological collections di Great Britain.
Selain kucing non domestik, 87 kucing domestik di Great Britain dan kasus ini menjamur hingga ke Norwegia, Irlandia Utara dan Liechtenstein. Semua kucing berusia lebih dari dua tahun. Gejala klinis kucing yang terkena menunjukkan perubahan perilaku (lebih penakut atau agresif), kemudian ataksia, hypermetria, dan hyperesthesia untuk suara dan sentuh. Pada pemeriksaan histopatologi nampak degenerasi spongiform di neuropil otak dan sumsum tulang belakang dengan lesi paling parah terlokalisasi pada inti geniculate medial thalamus dan inti basal.

Spongiform encephalopathy pada non-human primates
Ditemukan pada Lemurs dan rhesus macaque dari kebun binatang dan tiga primata di France naturally developed TSE tahun1990-an. Makanan primata sudah termasuk suplemen makanan daging yang mungkin terkontaminasi oleh daging sapi Inggris. Memang, lemur eksperimental terinfeksi BSE lesi otaknya mirip dengan lemur yang terinfeksi secara alami. Selain itu, pola immunohistochemical PrPSc secara alami dan eksperimen tampak hampir sama pada tonsil, patch Peyer, kelenjar getah bening dan limpa.

Transmisi dan epidemiologi
Chronic wasting disease (CWD) adalah satu-satunya penyakit prion yang sangat berpengaruh terhadap alam liar. Pertama diketahui clinicalsyndrome dari penangkaran rusa bagal (Odocoileus hemionus) di Colorado pada tahun 1960, CWD tidak didiagnosis sebagai TSE hingga tahun 1978, dan didiagnosis pada rusa penelitian dan rusa pengangkaran di Rocky Mountain (Cervus elaphus nelsoni) dan kemudian ditemukan di tenggara Wyoming. Tahun 1981, kasus CWD ditemukan pada rusa bagal liar, rusa whitetailed (O. virginanus) dan rusa Rocky Mountain (cervids) di lereng timur Pegunungan Rocky dan meluas ke dataran lembah sungai Colorado dan Wyoming.
Asal-usul CWD di penangkaran rusa atau rusa liar masih menjadi tanda tanya. CWD pertama kali didiagnosis dalam industri peternakan rusa di Kanada pada tahun 1996, dan di industri peternakan rusa AS pada tahun 1997. Baru-baru ini, CWD terinfeksi rusa peternakan di beberapa negara lain seperti Kanada dan Korea Selatan, penemuan ini telah meningkatkan kesadaran internasional tentang CWD dan TSEs pada hewan lainnya. Sebelum tahun 2000, CWD pada rusa liar mulai dibatasi hanya pada wilayah geografis fokus AS. Namun  dalam dua tahun terakhir, CWD telah menyebar pada rusa liar mulai dari Wisconsin, Nebraska, South Dakota, New Mexico, dan Colorado barat, dan di Saskatchewan, hingga Kanada. Asal wabah ini masih diselidiki, yang paling masuk akal adalah penyakit ini meluas dari peternakan yang terinfeksi. Munculnya CWD pada rusa liar merupakan dibutuhkan pengendalian maupun pemberantasan signifikan karena secara geografis kijang dan rusa Amerika Utara kurang terdiagnosis secara ante-mortem, ditambah dengan ketidakmampuan untuk membersihkan lingkungan dari tinja terkontaminasi prion.
CWD secara alami ditularkan dengan efisiensi yang luar biasa. Prevalensi rusa terinfeksi CWD dalam suatu wilayah endemik di timur laut Colorado dan tenggara Wyoming diperkirakan sekitar 1-15%. Efisiensi transmisi CWD juga terlihat di penangkaran rusa bagal, dimana selama 2 tahun atau lebih antara tahun 1970- 1981, 90% dari hewan warga (n = 60) terinfeksi CWD. Sumber infeksi tidak diketahui, meskipun hewan-hewan ini tidak diberi makan daging dan tepung tulang. Mekanisme penularan dan transmisi alami agen CWD pada herbivora liar belum diketahui. Studi epidemiologis penyakit menunjukkan penyebaran horisontal melalui konsumsi pakan atau air yang terkontaminasi oleh sekresi, ekskresi, atau sumber jaringan lainnya (misalnya plasenta atau bangkai), meskipun penularan vertikal juga berkemungkinan. Berlimpahnya protein prion patogen (PrPCWD) dalam jaringan limfoid mukosa pencernaan dapat mendukung penyebaran prion ke lingkungan melalui feses atau air liur.




Transmissible mink encephalopathy (TME)
Transmissible mink encephalopathy (TME) pertama kali ditemukan di Wisconsin dan Minnesota tahun 1947, kemudian muncul secara sporadis pada cerpelai (mink) yang dibudidayakan di beberapa negara yang membudidayakan bulunya, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Finlandia, Rusia, dan Jerman Timur. Meskipun demikian, wabah TME cukup jarang, kejadian di Amerika Serikat ditemukan tahun 1985. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa wabah penyebab penyakit ini berkaitan dengan konsumsi daging yang terkontaminasi prion pada domba terinfeksi scrapie. Namun tahun 1985 peternak cerpelai di Stetsonville, Wisconsin, menyatakan bahwa Wabah TME pada cerpelai tidak karena mereka makan domba namun sapi downer (sakit) adalah sumber utamanya. Penemuan ini menyebabkan banyak spekulasi terhadap potensi yang belum diketahui seperti kasus penyakit BSE pada sapi di Amerika. Meskipun banyak spekulasi namun epidemiologi TME belum ditemukan. Untuk menyelidiki lebih lanjut potensi makanan sumber TME, cerpelai secara intracerebrally (IC) terkena oleh domba UK dan diturunkan oleh domba scrapie homogen Amerika Utara.
Cerpelai sangat rentan terhadap domba Suffolk teinfeksi scrapie dari AS tetapi hanya setelah inokulasi IC. Cerpelai tidak terinfeksi karena memakan otak domba terinfeksi scrapie. Studi-studi menyatakan cerpelai rentan terhadap scrapie. Namun, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa TME bisa menginfeksi  sapi dan otaknya berpotensi mentransmisi agen TME secara efisien ke cerpelai baik IC maupun secara oral dengan masa inkubasi 4 hingga 7 bulan berturut- turut. Hal ini menunjukkan bahwa TSEs dapat menular secara efisien antara sapi dan cerpelai meski epidemiologinya kurang jelas. Studi ekstensif TME dilakukan di University of Wisconsin, Madison telah menunjukkan transmisi eksperimental pada domba, kambing, siggung bergaris, monyet tupai, monyet ekor panjang dan monyet rhesus, dan hamster. TME pada hamster menimbulkan dua gejala klinis yang berbeda dengan periode inkubasi, lesi histologis, dan profil biokimia yang unik. Kedua strain yang disebut sebagai 'hiper' dan ‘drowsy’, dan mencerminkan manifestasi penyakit klinis.

Gejala klinis
Masa inkubasi alam TME sekitar 7-12 bulan, berdasarkan pengamatan mengikuti epizootics. Awalnya, tampilan mink terinfeksi memperlihatkan perubahan perilaku seperti agresivitas dan hyperesthesia yang berkembang menjadi ataksia, tremor atau kadang-kadang berputar-putar, dan kompulsif menggigit diri atau benda. Gejala klinis biasanya berlanjut selama minggu tetapi kadang sampai beberapa bulan sebelum kematian.



You migh also like:

Resent post


Recent Posts Widget