Anggota Kelompok VI
:
Irma Rozalina (1109005041)
Elsa Hidayati (1109005042)
Elti Febilani (1109005047)
Noviriolla Maria (1109005048)
Siereh Eugene M. L. (1109005087)
A.A. Trisna Jiwani (1109005088)
R.R. Chandra Gita (1109005089)
Made Hermadi P. (1190005090)
Putu Maha Suta N. (1109005091)
FAKULTAS KEDOKTERAN
HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
______________________________________________
DOWNLOAD
______________________________________________
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai
usaha dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan
penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak jaman kuno
yaitu sejak sebelum pertengahan abad ke-18, seperti dengan pemberian ethanol
dan opium (opiate) secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari penggunaan obat
anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada tahun
1846 dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan
pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang
dilakukan dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan
cannabis Indica, dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan
kesadaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
definisi dari anastesi umum?
2. Bagaimana
cara pemberian anastesi umum?
3. Bagaimana
klasifikasi obat-obatan yang digunakan untuk anastesi umum?
4. Bagaimana
farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat-obatan anastesi umum?
5. Bagaimana
efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat-obatan anastesi umum?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi dari anastesi umum.
2. Untuk
mengetahui cara pemberian anastesi umum yang baik dan tepat.
3. Untuk
mengetahui klasifikasi obat-obatan yang digunakan untuk anastesi umum.
4. Untuk
mengetahui farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat-obatan anastesi umum.
5. Untuk
mengetahui efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat-obatan anastesi umum.
______________________________________________
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anestesi
umum adalah usaha yang dilakukan untuk menghilangkan rasa sakit disertai
hilangnya kesadaran. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai
keadaan pingsan, menghilangkan rangsangan nyeri atau sakit (sebagai analgesik),
menghilangkan reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, oleh karena itu anestesi untuk
pembedahan umumnya menggunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksan
otot.
2.2 Cara Pemberian Anastesi
Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan
injeksi intravena, berikut keterangan cara pemberian anastesi umum:
1. Anestesi inhalasi adalah anastesi
yang dilakukan dengan menggunakan halotan, enfluran, isofluran, sevofluran,
desflurane, dan methoxyflurane yang merupakan cairan yang mudah menguap.
Obat-obat tersebut diberikan sebagai uap melalui saluran napas. Cara pemberian
anestesi inhalasi adalah sebagai berikut:
· Open
drop method yaitu: metode dengan meneteskan zat anestesi pada kapas yang
diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihirup
tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara
terbuka.
· Semi-open
drop method yaitu: metode ini hampir sama dengan open drop hanya saja untuk
mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
· Semi-closed
method yaitu: metode yang cara kerjanya memberikan zat anastesi bersamaan
dengan oksigen yang dapat ditentukan kadarnya. Metode ini dianggap lebih baik
dibandingkan dua metode diatas karena pada metode ini dapat diatur dengan
memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia dapat dihindari
dengan pemberian O2.
· Closed
method: cara kerjanya hampir sama seperti semiclosed, hanya saja udara
ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga
udara yang mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat,
aman, dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.
Saat ini jenis-jenis anestesi inhalasi generasi
pertama seperti ether, cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi
di negara-negara maju sebab zat-zat tersebut memiliki sifat yang mudah terbakar
(misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform).
2. Anestesi Intravena adalah anastesi dengan
memberikan beberapa obat digunakan secara intravena (baik tunggal atau
dikombinasikan dengan obat lain) yang bertujuan untuk menimbulkan anestesi atau
sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau juga untuk
menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan
untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya menggunakan
propofol.
2.3 Klasifikasi Obat-obat Anestesi Umum
Obat-obatan
atau zat-zat yang digunakan dalam anastesi umum digolongkan sebagai berikut,
antara lain:
a. Anestesi
Inhalasi
Zat-zat
yang digunakan untuk anastesi inhalasi adalah zat yang merupakan cairan yang
mudah menguap, sepert: halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane,
dan methoxyflurane.
· Halothane
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Bau
dan rasa tidak menyengat.
- Khasiat
anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya relaksasi ototnya
ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam.
- Halotan
digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu relaksans oto,
seperti galamin atau suksametonium.
- Kelarutannya
dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah digunakan, tidak merangsang
mukosa saluran napas.
- Bersifat
menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli dan mengurangi
sekresi ludah dan sekresi bronchi.
- Famakokinetik:
sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, klorida anorganik, dan
trifluoacetik acid.
- Efek
samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggunaan
berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
- Dosis:
tracheal 0,5-3 v%.
· Enfluran
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Anestesi
inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan, juga sebagai
analgetikum pada persalinan.
- Memiliki
daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot uterus.
- Tidak
begitu menekan SSP.
- Reasorbsinya
setelah inhalasi cepat dengan waktu induksi 2-3 menit.
- Sebagian
besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh, dan sisanya diubah
menjadi ion fluoride bebas.
- Efek
samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP, pasca bedah
dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan muntah, dapat meningkatkan
perdarahan pada saat persalinan, SC, dan abortus.
· Isofluran
(Forane) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Memiliki
aroma yang tidak sedap.
- Merupakan
anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
- Daya
kerja dan penekanannya thdp SSP = enfluran.
- Efek
samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi, meningkatnya jumlah
leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan keadaan tegang.
- Sediaan
: isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi; maintenance : 0,5%-3%
· Desfluran
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Desfluran
merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip
isofluran.
- Desfluran
sangat mudah menguap dibandingkan anestesi volatil lain, sehingga perlu
menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
- Titik
didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C).
- Potensinya
rendah.
- Bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
- Efek
depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
- Merangsang
jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
· Sevofluran
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Merupakan
halogenasi eter.
- Induksi
dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
- Baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas.
- Efek
terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.
- Efek
terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar.
- Setelah
pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
b. Anestesi gas
1. Potensi ringan
2. Sukar larut dalam darah
3. N2O
- gas
tdk berwarna, tdk berbau, lbh brt dp udara, dikombinasi dg O2
- potensi
anestetik lemah, induksi cepat
- efek
analgesik baik (N2O 20%)
- penggunaan
lama : mual, muntah, lambat bangun
Yang termasuk dalam golongan ini adalh
siklopropan.
· Siklopropan
- Anestesi
gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna.
- Lebih
berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi.
- Mudah
terbakar dan meledak oleh karena itu, anestesi gas hanya digunakan pada closed
methode.
c. Anestesi Intravena
Yang termasuk golongan anastesi intravena adalah:
barbiturate (thiopental, methothexital); benzodiazepine (midazolam, diazepam);
opioid analgesic (morphine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, remifentanil);
propofol; ketamin, suatu senyawa arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan
keadaan anestesi disosiatif dan obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).
· Barbiturat
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Blokade
sistem stimulasi di formasi retikularis.
- Hambat
pernapasan di medula oblongata.
- Hambat
kontraksi otot. jantung, tdk timbulkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin.
- Dosis
anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP
- Dosis
: induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis induksi
o
Na tiopental :
- Induksi
: dosis tgt BB, keadaan fisik dan peny.
- Dewasa
: 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60 detik ad capaian.
o
Ketamin
- sifat
analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat.
- analgesik
kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem viseral.
- relaksasi
otot polos lurik (-), tonus meninggi.
- tingkatkan
TD, nadi, curah jantung.
- Ketamin
sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca
anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.
- Kalau
harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam (dormikum) atau
diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi
salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.
- Dosis
bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10
mg.
- Ketamin
dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1% (1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan
10 % (1ml=100 mg).
· Fentanil
dan droperidol
- Analgesik
& anestesi neuroleptik
- Kombinasi
tetap
- Aman
diberikan pd px yg alami hiperpireksia ok anestesi umum lain
- Fentanil
:masa kerja pendek, mula keja cepat
- Droperidol
: masa kerja lama & mula kerja lambat
· Propofol
- Propofol
dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1% (1 ml=10 mg).
- Suntikan
intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat
diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
- Dosis
bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total
4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.
- Pengenceran
propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
- Pada
manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak
dianjurkan.
· Diazepam
- Suatu
benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek relaksasi otot
yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara intravena bekerja
sebagai antikejang.
- Respon
obat bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 mnt stlah pemberian
scra oral dan 15 mnt slah injeksi intravena.
- Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral dikontraindikasikan
pada pasien syok atau koma.
- Cause
tidur dan penurunan kesadaran disertai nistagmus, bicara lambat
- Analgesik
(-)
- Sedasi
basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi anestesia
pd pasien kardiovaskuler
- ESO
: henti napas,flebitis dan trombosis (+) (rute IV)
- Dosis
: induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
· Opioid
- Opioid
(morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.
- Opioid
tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien
dengan kelainan jantung.
- Untuk
anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
2.4 Tahapan Anestesi
Adapun
tahapan-tahapan anastesi adalah sebagai berikut:
1. Stadium
1 (analgesia) ditandai dengan:
- Penderita
mengalami analgesi
- Rasa
nyeri hilang
- Kesadaran
berkurang
2. Stadium
II (delirium/eksitasi) ditandai dengan:
- Penderita
tampak gelisah dan kehilangan kesadaran
- Penderita
mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa, berteriak, menangis,
menyanyi)
- Volume
dan kecepatan pernapasan tidak teratur
- Dapat
terjadi mual dan muntah
- Inkontinensia
urin dan defekasi sering terjadi
- Midriasis,
hipertensi
3. Stadium
III (anestesia,pembedahan/operasi)
- Pernapasan
menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur (pernapasan
perut)
- Gerakan
mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak
- Otot
menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan
bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan
4. Stadium
IV (paralisis medula oblongata)
- Kegiatan
jantung dan pernapasan spontan terhenti.
- Terjadi
depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat vasomotor.
- Tanpa
bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal. Maka taraf
ini sedapat mungkin dihindarkan.
2.5 Mekanisme Kerja Anastesi
Terdapat
2 macam mekanisme kerja anastesi yaitu sebagai berikut:
a.
Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan
membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi
inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda
dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan
rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai
hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran.
Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan
mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.
b.
Anestesi intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate,
dan propofol mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan
terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan
sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi.
Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
2.6 Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi
anestesi di dalam susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang
efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetik
yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor tersebut menentukan
perbedaan kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah serta
dari darah ke otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut
mempengaruhi masa pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.
Dipengaruhi tekanan parsial zat anestetik dlm otak.
Faktor penentu tekanan parsial:
1.
Tekanan parsial anestetik gas yang
diinspirasi
- Untuk
mempercepat induksi: dengan meninggikan kadar gas yang diinspirasi daripada
tekanan parsial yang diharapkan di jaringan.
- Setelah
tercapai, diturunkan untuk pertahankan anestesi
2.
Ventilasi paru
- Hiperventilasi
dapat percepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi & jaringan
- Zat
larut dalam darah : halothan
3.
Pemindahan gas anestetik dr alveoli ke
aliran darah
- Membran alveoli mudah dilewati gas
anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darah
4. Pemindahan gas anestetik dari aliran dareh ke sel
jaringan tubuh
- Jaringan yang mempunyai aliran darah
cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih mudah tercapai sehingga anestetik gas
lebih mudah berpindah.
2.7 Farmakodinamika
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan
membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Untuk mendapatkan
reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam
dosis tinggi.
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena
juga sangat cepat.
2.8 Efek samping
Hampir
semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang
terpenting adalah :
1. Menekan
pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran
dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
2. Menekan
system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini
juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf
simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
3. Merusak
hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
4. Oliguri
(reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
5. Menekan
sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah.
3.1 Kesimpulan
Anestesi umum adalah usaha yang dilakukan untuk
menghilangkan rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi digunakan pada
pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, menghilangkan rangsangan
nyeri atau sakit (sebagai analgesik), menghilangkan reaksi refleks terhadap
manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Terdapat 2
macam mekanisme kerja anastesi yaitu anestesi inhalasi dan anastesi intravena.
3.2 Saran
Kami selaku penulis makalah ini meminta maaf atas
adanya kesahan-kesalahan pada makalah ini.Dan tidak lupa Kami mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
______________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi (diakses pada tanggal 12 Maret 2014)
Kamus
keseharan. http://kamuskesehatan.com/arti/anestesi/ (diakses pada tanggal 12
Maret 2014)
Anonim.
http://www.jaringankomputer.org/sejarah-anestesi-awal-dan-penggunaannya-pada-operasi/
(diakses pada tanggal 13 Maret 2014)
Mega
Irawati, Ike http://ikemega39.blogspot.com/2010/12/anestesi-lokal.html (diakses
pada tanggal 13 Maret 2014)